Letty Kwee

From the series Revolusi

Kedatangan pasukan Inggris dan beberapa pasukan Belanda pada akhir bulan September 1945 mengobarkan api revolusi. Sejak Oktober 1945 kekerasan pecah di beberapa bagian negara. Banyak orang dengan berbagai jenis latar belakang terpengaruh oleh kekerasan dan teror ini. Juga bagi keluarga Kwee kekerasan itu dekat.

Letty Kwee

Letty Kwee, yang sebenarnya bernama Laetitia, juga mempunyai nama Cina: Lim Him Nio. Sekitar tahun 1945 terdapat kira-kira 150.000 orang Cina di Jakarta (800.000 penduduk). Letty berpendidikan Eropa menjadi guru di sekolah kejuruan.

Letty Kwee, Jakarta, Agustus 1945. Fotografer tak dikenal. Koleksi keluarga Kwee

PUTRI

Pada tanggal 12 Agustus 1945 Letty melahirkan seorang putri, Tjoe. Ini 3 hari sebelum kapitulasi Jepang yang menandai akhir Perang Dunia Kedua dan 5 hari sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Ini adalah buku bayi Tjoe. Tjoe artinya lemah lembut.

Buku bayi 'Baby years in India', Koleksi keluarga Kwee

SANGAT BERBAHAYA

Sejak Oktober 1945 sangat berbahaya di jalan-jalan di Jakarta. Kekerasan dan teror mempengaruhi orang-orang (Indo-)Belanda dan orang yang loyal atau dicurigai loyal kepada bekas kekuasaan kolonial. Pada bulan-bulan berikutnya keluarga Kwee bertahan menghadapi ancaman dan bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok milisi revolusioner di Jakarta.

Letty Kwee dengan putri Tjoe dan pekerja rumah tangga, Jakarta, Agustus 1945. Fotografer tak dikenal. Koleksi keluarga Kwee

TEMBAKAN

Pada tanggal 1 Januari 1946 Letty menulis dalam bentuk persona pertama atas nama putrinya di dalam buku bayi: ‘Malam suntuk jam setengah 1 saya dibangunkan dan kemudian diletakkan di bawah meja bayi (di atas sebuah kasur). Papi, Mak dan tante Corrie soalnya takut peluru.’ Peluru-peluru itu ternyata tembakan-tembakan kegembiraan malam Tahun Baru ke udara, namun tidak kurang membuat ketakutan.

Kakak dan adik, Jakarta. Fotografer tak dikenal. Koleksi keluarga Kwee

KORBAN

Masyarakat Cina di Indonesia selama seluruh perjuangan kemerdekaan sering menjadi korban kekerasan. Diperkirakan bahwa antara 1945 dan 1949 ada 10.000 korban jiwa Cina di Jawa, baik karena tindakan kekerasan dari pihak Indonesia maupun dari pihak Belanda.

Keluarga Kwee, Amsterdam, 1949. Fotografer tak dikenal. Koleksi keluarga Kwee

NEGERI BELANDA

Pada tahun 1946 keluarga Kwee memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan berangkat ke Belanda. Pada bulan Desember tahun itu keluarga tersebut tiba di Amsterdam. Letty menulis di buku bayi: ‘’Sebelum jam 12:30 di Joos Banckersweg 19 II, setelah kami berkeliling Amsterdam setidak-tidaknya selama 2 jam dengan bus. […] Betapa dinginnya di Holland.’

Mateni, pekerja rumah tangga dari Jawa, bergandengan tangan dengan Tjoe di Joos Banckersweg, Amsterdam, 1948. Fotografer tak dikenal. Koleksi keluarga Kwee